Belum lama ini dunia digemparkan dengan virus mikroskopis bernama COVID-19 (Corona Virus Disease-19). Sebenarnya corona adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Novel Coronavirus. Pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada bulan Desember 2019. Sejak saat itu, kasus ini mulai merebak ke seluruh penjuru dunia.
Saat ini bahwa seiring berjalannya waktu, memang ada beberapa negara yang menjadi pusat penyebaran COVID-19 di seluruh dunia. Di Eropa ada Italia, di Timur Tengah ada Iran, di Asia ada China, Jepang, dan Korea Selatan. Bagaimana dengan di Indonesia? Di Indonesia, kasus pertama terkonfirmasi pada tanggal 2 Maret 2020. Terhitung hari ini, Sabtu, 28 Maret 2020, sudah ada 1155 kasus positif, 59 sembuh, dan 102 meninggal. Hal ini membuat kita memiliki Case Fatality Rate (CFR) 8,8%, termasuk yang paling tinggi di dunia.
Saat ini situasi di negara kita sendiri juga semakin meningkat. Kasus setiap hari semakin meningkat. Daerah dengan kasus terbanyak sejauh ini adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Dengan kata lain, setiap ada 9 orang positif COVID, satu diantaranya akan meninggal dunia. Tapi angka ini sebetulnya juga masih diragukan mengingat kapasitas tes kita yang rendah sehingga bisa jadi, akan ada lebih banyak orang positif COVID-19 di luar sana. Lalu Bagaimana Penanganan Covid-19 di Indonesia?
Sejauh ini, pemerintah sudah memberlakukan beberapa upaya, meski dinilai terlambat dari beberapa kalangan. Pemerintah sudah memberlakukan dengan istilah social distancing atau "jaga jarak" sejak tanggal 16 Maret kemarin. Sejak saat itu, himbauan untuk bekerja di rumah, belajar di rumah, tidak melakukan aktivitas yang tidak perlu di luar rumah sudah dilakukan. Tidak hanya itu, pada beberapa daerah juga diambil kebijakan yang lebih jauh, seperti penutupan tempat wisata dan penutupan tempat hiburan.
Social distancing diambil sebagai langkah untuk mencegah agar penularan COVID-19 tidak terjadi secara masif. Apabila terjadi peningkatan pasien yang positif COVID-19 secara drastis, maka sistem kesehatan kita tidak akan mampu menahan banyaknya pasien yang datang dalam satu waktu. Mengingat negara kita memiliki ketebratasan tenaga kesehatan (dokter, perawat) dan fasilitas kesehatan (ruangan, ventilator) untuk merawat semua pasien itu. Oleh karenanya, social distancing diambil sebagai upaya untuk mengurangi jumlah masyarakat yang terkena agar tidak terjadi lonjakan pasien secara drastis dan semua pasien sakit dapat dirawat dengan baik.
Sebenarnya peringatan kepada masyarakat untuk tetap menjaga jarak sudah dihimbau sejak 2 minggu yang lalu. Namun kenyataannya, masih banyak orang di luar sana yang tidak mengindahkan himbauan ini. Alasannya bervariasi, karena masih membutuhkan pekerjaannya, perekonomian keluarga, mencari penghasilan untuk mendapatkan logistik dihari ini, dan lain sebagainya.
Namun setidaknya terdapat beberapa alasan yang melandasi mengapa masih ada banyak orang di luar sana yang tidak mematuhi himbauan ini. Memang alasan mereka masuk akal, seperti contoh jika masyarakat menengah kebawah benar-benar tidak diperbolehkan untuk bekerja, seperti pedagang jajanan keliling. Apa yang akan mereka berikan kepada anak-anak mereka dihari itu? Untuk makan saja mereka susah, apalagi dengan kebutuhan rumah tangga yang sangat banyak.
Ada beberapa hal yang mungkin masyarakat belum benar-benar memahaminya, diantaranya;
1. Kurangnya sosialisasi ke elemen masyarakat
Imbauan social distancing ini memang kesannya agak bias kelas. Orang-orang dengan akses informasi dan pengetahuan yang cukup bisa mengambil keputusan untuk bertahan di rumah di tengah wabah ini. Orang-orang ini biasanya merupakan orang-orang yang bisa mengakses informasi dengan cepat melalui gadget karena berita online dan kampanye media sosial sangat gencar untuk mengajak masyarakat melakukan social distancing. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sehari-hari tidak terbiasa membuka gadget karena tidak punya gadget atau memang bukan tempat mainnya di instagram, twitter, atau whatsapp, mereka tidak akan mendapatkan rasa urgensi yang sama. Selain itu, bahasa social distancing atau jaga jarak terasa asing dan kurang konkret bagi beberapa kalangan. Oleh karena itu, sosialisasi ke semua elemen masyarakat dengan memanfaatkan berbagai media menjadi sangat penting.
2. Tidak adanya insentif
Katakanlah semua orang sudah mengerti dan memahani himbauan tersebut. Pertanyaannya, apakah mereka akan mematuhinya? Jawabannya belum tentu. Mengapa? Karena tidak semua orang bisa tinggal di rumah berminggu-minggu dan bisa berleha-leha makan enak bercanda dengan anak dan keluarganya. Ada beberapa masyarakat di luar sana yang menggantungkan hidupnya dari roda perekonomian. Mereka harus tetap bekerja untuk mendapatkan sesuap nasi bagi keluarga. Orang-orang dengan karakteristik sosioekonomi seperti ini adalah orang-orang yang paling rentan terkena COVID-19 pada situasi ini karena mereka tetap mengambil risiko keluar rumah demi menghidup keluarga mereka.
Sejauh ini, belum ada insentif secara langsung yang diberikan oleh pemerintah untuk kelompok masyarakat ini. Alhasil, imbauan ini belum efektif sepenuhnya. Buktinya, di beberapa tempat, jalanan masih ramai. Masyarakat masih berkumpul. Karena memang untuk membuat agar kebijakan ini efektif, insentif ekonomi dan sosial harus diberikan pada masyarakat di berbagai lapisan kelas.
3. Ketidaktegasan sanksi atau pemahaman akan dampak buruk yg terjadi
Sebenarnya ini kebalikan dari poin di atas. Kalau poin di atas masyarakat tidak mau karena tidak mendapatkan sesuatu, yang orang ini tetap keluar karena tidak ada sanks yang nyata yang diberikan oleh pemerintah. Kelompok masyarakat tersebut merasa dirinya bukanlah kelompok masyarakat yang "rentan" akan COVID-19. Bahkan, beberapa dari mereka merasa bahwa COVID-19 adalah penyakit orang kaya. Padahal, COVID-19 tidak memandang kelas ataupun status sosial. Semua orang berisiko terkena COVID-19. Bahkan siapa yang paling berbahaya? Jawabannya anak muda sangat berisiko terkena COVID-19.
Dari diagram yang saya amati dapat disimpulkan bahwa Korea Selatan adalah salah satu negara yang memiliki angka pengecekan tertinggi di dunia. Angka yang didapatkan di Korea Selatan bisa memberikan kita gambaran tentang cara kerja COVID-19. DI Korea, tes dilakukan secara masif sekali dan inilah hasilnya. Didapatkan bahwa ternyata yang terbanyak terkena COVID-19 adalah anak muda. Meskipun sangat sedikit di antara mereka yang meninggal dunia.
Bisa dikatakan bahwa anak muda ini dengan tidak sadar membawa virus kemana-mana dan menularkannya ke semua orang, padahal ia sendiri memang memiliki sistem imun yang kuat untuk melawan virus tersebut. Data yang kurang lebih sama juga didapatkan pada diagram COVID-19 yang terdapat di Amerika Serikat. Usia yang paling sering terinfeksi adalah usia muda.
Apa artinya, anak muda rentan terinfeksi COVID-19, karena sebagian besar kasus tidak bergejala karena anak muda memiliki sistem imun yang baik. Tapi, ia membawa virus tersebut kemana-mana. Selain itu, anak muda berpotensi menyebarkan virus tanpa ia sadari, terutama ke kelompok usia yg lebih tua dan yang memiliki penyakit lainnya.
Di usia produktif ini, banyak anak muda-dewasa muda (dalam rentang usia tersebut) yang menjadi tulang punggung keluarga sehingga harus bekerja untuk mencari nafkah. Kembali lagi ke social distancing tadi. Jadi negara kita situasinya sudah banyak yang tidak mematuhi social distancing, yang berisiko membawa penyakit ini juga tidak menunjukkkan gejala. Baru terasa bahayanya jika sudah menularkan orang yang lebih tua dan punya penyakit tertentu. Karena mereka yang paling berisiko meninggal kalo sudah terkena COVID-19.
Namun, di Indonesia saat ini sedang mencari alternatif dalam permasalahan COVID-19 ini. Dan hal itu juga yang membuat kita harus merefleksikan peran kita sebagai pemuda untuk mencari solusi dari permasalahan ini. Salah satunya dengan memberikan edukasi kepada orang yang paling dekat, seperti keluarga, tetangga, pak RT, pak RW. Selain itu juga para pemuda bisa berperan dalam membantu gerakan-gerakan sosial yang ada, menjadi relawan medis maupun non-medis.
Bayangkan kalo semua di Indonesia, pemudanya tanggap dan paham akan COVID-19 pasti kita bisa meminimalisir dampak dari penyebaran COVID-19 ini. Pemerintah juga merasa terbantu dengan adanya ide-ide pemuda yang sangat bijak ini. Kini saatnya untuk mengambil langkah, bergerak, sekecil apapun pasti bisa berdampak baik untuk orang lain.
Komentar
Posting Komentar